sebuah esai
oleh Muh Rhaka Katresna (1404749), Mahasiswa Psikologi (kelas 1B)
Universitas Pendidikan Indonesia
Banyak orang
memperbincangkan dan memperdebatkan teori mengenai asal-usul manusia. Berbicara
mengenai asal-usul manusia pastilah semua orang tahu. Dari sebuah garis
sejarah, sebagai bagian dari suatu bangsa, selayaknya manusia mengetahui apa
yang membentuk dirinya di masa lalu. Maka dari situlah manusia dapat memahami
fitrahnya dalam hidup.
Dalam studi
yang saya kerjakan, saya diperkenalkan dengan dua tokoh yang menjadi bahan
kajian saya dalam tulisan ini; Darwin dan Harun Yahya. Kedua tokoh tersebut
mengajukan suatu teori mengenai asal-usul manusia yang hingga kini masih
diperdebatkan.Berikut penjelasan mengenai konsep masing-masing tokoh dan
perbandingan di antara kedua paham tersebut.
Konsep
Darwin
Charles
Robert Darwin (lahir di Shrewsbury, Shropshire, Inggris, 12 Desember 1809 –
meninggal di Downe, Kent, Inggris, 19 April1882 pada umur 72 tahun) adalah
seorang naturalis Inggris yang teori revolusionernya meletakkan landasan bagi
teori evolusi modern dan prinsip garis keturunan yang sama (common descent)
dengan mengajukan seleksi alam sebagai mekanismenya.
Bukunya On
the Origin of Species by Means of Natural Selection, or The Preservation of
Favoured Races in the Struggle for Life(biasanya disingkat menjadi The
Origin of Species) (1859) menjelaskan evolusi melalui garis keturunan yang
sama sebagai penjelasan ilmiah yang dominan mengenai keanekaragaman hayati.
Evolusi
melalui mutasi dan seleksi alam pada saat ini adalah teori sentral dalam
biologi, yang memberikan kerangka penjelasan bagi berbagai fakta dalam catatan
fosil, keragaman hayati, pewarisan sifat, adaptasi, penyebaran, dan anatomi
makhluk hidup. Teori evolusi yang sekarang diterima para ilmuwan biologi
pertama kali dirumuskan oleh Charles Darwin. Pada 1940-an para ilmuwan dari
tiga cabang biologi yaitu genetika, paleontologi, dan taksonomi menyempurnakan
teori Darwin dengan melakukan sintesis antara konsep-konsep dan fakta-fakta
yang ditemukan di ketiga bidang tersebut, menghasilkan Neo-Darwinisme yang kini
menjadi dasar penjelasan pada hampir semua idang dalam biologi.
Teori Darwin
yang menyatakan bahwa semua makhluk hidup bersaing di alam ini melalui seleksi
alam, membuat semua manusia terutama ras-ras tertentu merasa terancam. Sejak
teori ini dihembuskan, sejak itu pula secara signifikan manusia semakin
berlomba untuk dapat bertahan dengan berbagai cara, terutama melalui
peperangan.
Pernyataan
Darwin mendukung bahwa manusia modern berevolusi dari sejenis makhluk yang
mirip kera. Selama proses evolusi yang diduga telah dimulai dari 5 atau 6 juta
tahun yang lalu, dinyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk peralihan antara
manusia modern dan nenek moyangnya yang ditetapkan menjadi empat kelompok dasar
sebagai berikut:
- Australophithecines (berbagai bentuk yang termasuk dalam genus Australophitecus)
- Homo habilis
- Homo erectus
- Homo sapiens
Para
evolusionis menggolongkan tahapan selanjutnya dari evolusi manusia sebagai
genus Homo, yaitu “manusia.” Menurut pernyataan evolusionis, makhluk
hidup dalam kelompok Homo lebih berkembang daripada Australopithecus,
dan tidak begitu berbeda dengan manusia modern. Manusia modern saat ini, yaitu
spesies Homo sapiens, dikatakan telah terbentuk pada tahapan evolusi
paling akhir dari genus Homo ini. Fosil seperti “Manusia Jawa,” “Manusia
Peking,” dan “Lucy,” yang muncul dalam media dari waktu ke waktu dan bisa
ditemukan dalam media publikasi dan buku acuan evolusionis, digolongkan ke
dalam salah satu dari empat kelompok di atas. Setiap pengelompokan ini juga
dianggap bercabang menjadi spesies dan sub-spesies, mungkin juga. Beberapa
bentuk peralihan yang diusulkan dulunya, seperti Ramapithecus, harus
dikeluarkan dari rekaan pohon kekerabatan manusia setelah disadari bahwa mereka
hanyalah kera biasa.
Dengan
menjabarkan hubungan dalam rantai tersebut , evolusionis secara tidak langsung
menyatakan bahwa setiap jenis ini adalah nenek moyang jenis selanjutnya. Akan
tetapi, penemuan terbaru ahli paleoanthropologi mengungkap bahwa
australopithecines, Homo habilis dan Homo erectus hidup di
berbagai tempat di bumi pada saat yang sama. Lebih jauh lagi, beberapa jenis
manusia yang digolongkan sebagai Homo erectus kemungkinan hidup hingga
masa yang sangat moderen. Dalam sebuah artikel berjudul “Latest Homo erectus
of Java: Potential Contemporaneity with Homo sapiens ini Southeast
Asia,” dilaporkan bahwa fosil Homo erectus yang ditemukan di Jawa
memiliki “umur rata-rata 27 ± 2 hingga 53.3 ± 4 juta tahun yang lalu” dan ini
“memunculkan kemungkinan bahwa H. erectus hidup semasa dengan manusia
beranatomi moderen (H. sapiens) di Asia tenggara”
Lebih jauh
lagi, Homo sapiens neanderthalensis (manusia Neanderthal) dan Homo
sapiens sapiens (manusia moderen) juga dengan jelas hidup bersamaan. Hal
ini sepertinya menunjukkan ketidakabsahan pernyataan bahwa yang satu merupakan
nenek moyang bagi yang lain.
Pada
dasarnya, semua penemuan dan penelitian ilmiah telah mengungkap bahwa rekaman
fosil tidak menunjukkan suatu proses evolusi seperti yang diusulkan para
evolusionis. Fosil-fosil, yang dinyatakan sebagai nenek moyang manusia oleh
evolusionis, sebenarnya bisa milik ras lain manusia atau milik spesies kera.
Konsep Harun
Yahya
Adnan Oktar
(lahir pada tahun 1956 di Ankara, Turki), juga dikenal sebagai Harun Yahya
(diambil dari nama nabi Harun dan Yahya) atau Adnan Hoca, adalah seorang
penulis dan kreasionis Islam. Ia merupakan penentang teori evolusi, Darwinisme
dianggapnya sebagai sumber terorisme.
Harun Yahya
mengajukan usul untuk menggantikan teori evolusi Darwin. Teori Harun Yahya
berhak menerima pertimbangan serius dari kalangan ilmuwan biologi. Teori ini
menjelaskan berbagai penemuan dalam biologi dengan lebih baik daripada kerangka
penjelasan evolusi yang sekarang berlaku.
Meski Harun
Yahya belum memberikan deskripsi sistematis atas teori yang mereka ajukan.
Harun Yahya menjelaskan kajiannya melalui buku Keruntuhan Teori Evolusi
yang berisi:
- Jenis-jenis makhluk hidup tak bisa berubah. Tidak mungkin terjadi perubahan dari satu bentuk makhluk hidup ke bentuk lainnya, misalnya dari ikan menjadi amfibi dan reptil, reptil ke burung, atau mamalia darat ke paus.
- Tiap jenis makhluk hidup tidak bekerabat satu sama lain dan diturunkan dari leluhur yang sama. Masing-masing merupakan hasil dari suatu tindakan penciptaan tersendiri.
- Seleksi alam sebagaimana ditemukan Darwin adalah kaidah yang berlaku di alam, namun tidak pernah menghasilkan spesies baru.
- Tidak ada mutasi yang memberikan keuntungan berupa peningkatan kelestarian makhluk hidup. Selain itu, mutasi tak menambah kandungan informasi dalam materi genetis makhluk hidup.
- Catatan fosil tak menunjukkan adanya bentuk transisional, serta menunjukkan penciptaan tiap kelompok makhluk hidup secara terpisah.
- Abiogenesis (kemunculan makhluk hidup dari materi tak-hidup) tak mungkin terjadi.
- Kerumitan dan kesempurnaan yang ditemukan pada tubuh dan DNA makhluk hidup tak timbul karena kebetulan, namun merupakan bukti bahwa ada yang merancang kerumitan tersebut.
- Materi dan persepsi kita adalah ilusi; yang nyata adalah Allah, yang meliputi segalanya.
Teori Harun
Yahya dan fakta Teori Harun Yahya menggunakan desain sebagai pengganti evolusi
untuk menjelaskan kerumitan struktur dan keragaman kehidupan. Bila teori mereka
lebih baik daripada evolusi, maka penjelasan desain seharusnya bisa diterapkan
pada tiap peristiwa pada sejarah kehidupan di Bumi. Tentunya tidak logis bila
penjelasan desain hanya diterapkan pada beberapa kasus (misalnya kejadian
manusia) namun pada kasus lain penjelasannya diserahkan pada evolusi. Asal-usul
dari tiap jenis makhluk hidup harus bisa dijelaskan sebagai tindak penciptaan
terpisah.
Menurut
Harun Yahya, kerumitan yang ditemukan pada tubuh makhluk hidup harus merupakan
hasil ciptaan Sang Pencipta. Jelas bahwa kerumitan tersebut bisa ditemukan di
berbagai makhluk hidup.
Dalam
menyerang teori evolusi Darwin, Harun Yahya menyatakan bahwa mutasi dan seleksi
alam tidak mungkin menghasilkan spesies baru. Tidak ada mutasi menguntungkan,
menurut mereka; semua mutasi hanya menghasilkan cacat pada makhluk hidup yang
mengalaminya. Bagaimana menilai klaim ini? Mudah saja ditunjukkan bahwa ada
mutasi yang bisa meningkatkan kelestarian (mutasi ‘menguntungkan’), seperti
timbulnya kekebalan pada bakteri, kemampuan mencerna laktosa pada sebagian
manusia, dan lain-lain. Namun penulis lebih tertarik membahas konsekuensi dari
klaim tersebut bila memang benar, seperti yang diyakini para pendukung teori
Harun Yahya. Mutasi adalah sesuatu yang selalu terjadi dalam proses
perkembangbiakan makhluk hidup. Setiap makhluk hidup adalah mutan, karena memiliki
DNA yang berbeda dengan induknya. Bila tidak ada mutasi menguntungkan, maka
makhluk hidup tidak bisa berbuat apa-apa apabila menghadapi perubahan
lingkungan. Tidak akan ada adaptasi yang timbul, karena tiap mutasi hanya
menghasilkan cacat. Digabungkan dengan penjelasan teori Harun Yahya bahwa tiap
jenis makhluk hidup adalah hasil dari tindakan penciptaan terpisah, maka
konsekuensinya adalah bahwa setiap hasil ciptaan tersebut tidak bisa berbuat
apa-apa kecuali menunggu punah, entah karena kalah bersaing ataupun karena
pengumpulan efek buruk mutasi. Entah apa niat Sang Desainer yang dibayangkan
Harun Yahya berbuat demikian.
Poin
terakhir dari teori Harun Yahya yang bisa ditanggapi adalah pernyataan bahwa
segala sesuatu adalah ilusi. Penulis berpendapat bahwa apabila segala sesuatu
adalah ilusi, maka tidak ada gunanya kita berargumen menggunakan fakta-fakta
yang ada di alam karena segalanya tidak nyata. Semua pernyataan, baik oleh
evolusionis maupun Harun Yahya, didasarkan pada fakta-fakta yang sebenarnya
hanya ilusi. Manusia hidup dalam dunia tak nyata yang ada dalam pikirannya
sendiri. Dan menurut teori Harun Yahya, pencipta dari segala ilusi tersebut
adalah Tuhan, Sang Desainer. Tuhan menciptakan dunia ilusi di mana kita merasa
hidup dan beraktivitas sehari-hari di dalamnya, dan apabila kita mati, kita
dipindahkan dari dunia ilusi tersebut ke akhirat yang juga ilusi. Segalanya
tidak nyata dan kita tak bisa lolos dari ilusi tersebut. Dan sekali lagi
penulis bertanya, mengapa Sang Desainer perlu menipu kita. Sang Desainer
menciptakan berbagai fakta yang seolah-olah menunjukkan bahwa telah terjadi
evolusi, padahal sebenarnya tidak. Sang Desainer menciptakan dunia yang
seolaholah nyata, padahal sebenarnya ilusi. Kesimpulan Teori Harun Yahya
sebagai suatu teori ilmiah bisa saja diajukan untuk menggantikan evolusi. Akan
tetapi, sebagaimana telah ditunjukkan dalam tulisan ini, bila fakta-fakta di
alam dijelaskan dengan teori Harun Yahya (desain cerdas dan penciptaan
terpisah), maka ada beberapa kesimpulan mengenai Sang Desainer yang tak bisa
dihindari, seperti bahwa ‘desain’ Sang Desainer tidak sempurna, Sang Desainer
tidak bisa langsung menciptakan makhluk hidup seperti yang ada sekarang tanpa
menciptakan pendahulu yang mirip dengan makhluk hidup jenis lain, Sang Desainer
suka menyertakan hal-hal yang tak perlu dalam desainnya, bahkan bahwa Sang
Desainer bermaksud menipu kita agar percaya bahwa sebenarnya terjadi evolusi
dan sebenarnya ada dunia nyata yang bukan ilusi, padahal sebenarnya tidak! Yang
demikian bukanlah pernyataan yang dibuat-buat untuk menjelekkan teori Harun
Yahya, melainkan adalah konsekuensi logis dan teologis dari mempercayai teori
Harun Yahya. Harun Yahya berusaha mengidentifikasi Sang Desainer yang
dibayangkannya denga Allah; tetapi apakah Allah suka menipu makhluk-Nya?
Mengapa mereka berusaha menjadikan Allah sebagai Sang Desainer yang mereka
bayangkan? 29:20 Katakanlah: “Berjalanlah di bumi dan lihatlah bagaimana Allah
memulai penciptaan!
Pada akhir
tulisannya, Harun Yahya menyimpulkan 4 hal yaitu:
- Teori Evolusi Telah Runtuh
Sejak
langkah pertamanya, teori evolusi telah gagal. Buktinya, evolusionis tidak
mampu menjelaskan proses pembentukan satu protein pun. Baik hukum probabilitas
maupun hukum fisika dan kimia tidak memberikan peluang sama sekali bagi
pembentukan kehidupan secara kebetulan.
Bila satu
protein saja tidak dapat terbentuk secara kebetulan, apakah masuk akal jika
jutaan protein menyatukan diri membentuk sel, lalu milyaran sel secara
kebetulan pula menyatukan diri membentuk organ-organ hidup, lalu membentuk
ikan, kemudian ikan beralih ke darat, menjadi reptil, dan akhirnya menjadi
burung? Begitukah cara jutaan spesies di bumi terbentuk?
Meskipun
tidak masuk akal bagi Anda, evolusionis benar-benar meyakini dongeng ini.
Evolusi
lebih merupakan sebuah kepercayaan – atau tepatnya keyakinan – karena mereka
tidak mempunyai bukti satu pun untuk cerita mereka. Mereka tidak pernah
menemukan satu pun bentuk peralihan seperti makhluk setengah ikan-setengah
reptil, atau makhluk setengah reptil-setengah burung. Mereka pun tidak mampu
membuktikan bahwa satu protein, atau bahkan satu molekul asam amino penyusun
protein dapat terbentuk dalam kondisi yang mereka sebut sebagai kondisi bumi
purba. Bahkan dalam laboratorium yang canggih, mereka tidak berhasil membentuk
protein. Sebaliknya, melalui seluruh upaya mereka, evolusionis sendiri malah
menunjukkan bahwa proses evolusi tidak dapat dan tidak pernah terjadi di bumi
ini.
- Di Masa Mendatang pun Evolusi Tidak Dapat Dibuktikan
Menghadapi
kenyataan ini, evolusionis hanya dapat menghibur diri dengan khayalan bahwa
suatu saat nanti, entah bagaimana caranya, ilmu pengetahuan akan menjawab semua
dilema ini. Mengharapkan ilmu pengetahuan akan membenarkan semua pernyataan
tidak berdasar dan tidak masuk akal ini adalah hal yang mustahil, sampai kapan
pun. Sebaliknya, sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, kemustahilan
pernyataan evolusionis akan semakin terbuka dan semakin jelas.
Begitulah
yang terjadi sejauh ini. Semakin terperinci struktur dan fungsi sel diketahui,
semakin jelas bahwa sel bukan susunan sederhana yang terbentuk secara acak,
seperti pemahaman biologis primitif masa Darwin.
Rasa percaya
diri berlebihan dalam menolak fakta penciptaan dan menyatakan bahwa kehidupan
berasal dari kebetulan-kebetulan yang mustahil, lalu berkeras
mempertahankannya, kelak akan berbalik menjadi sumber penghinaan. Ketika wajah
asli dari teori evolusi semakin tersingkap dan opini publik mulai melihat
kebenaran, para pendukung evolusi yang fanatik buta ini tidak akan berani lagi
memperlihatkan wajah mereka.
- Rintangan Terbesar bagi Evolusi: Jiwa
Banyak
spesies di bumi ini yang mirip satu sama lain. Misalnya, banyak makhluk hidup
yang mirip dengan kuda atau kucing, dan banyak serangga mirip satu dengan
lainnya. Kemiripan seperti ini tidak membuat orang heran.
Sedikit
kemiripan antara manusia dan kera, entah bagaimana terlalu banyak menarik
perhatian. Ketertarikan ini kadang menjadi sangat ekstrem sehingga membuat
beberapa orang mempercayai tesis palsu evolusi. Sebenarnya, kemiripan tampilan
antara manusia dan kera tidak memberikan arti apa-apa. Kumbang tanduk dan badak
juga memiliki kemiripan tampilan, namun menggelikan sekali jika mencari mata
rantai evolusi di antara keduanya hanya berdasarkan kemiripan tampilan saja;
yang satu adalah serangga dan yang lainnya mamalia.
Selain
kemiripan tampilan, kera tidak bisa dikatakan berkerabat lebih dekat dengan
manusia dibandingkan dengan hewan lain. Jika tingkat kecerdasan
dipertimbangkan, maka lebah madu dan laba-laba dapat dikatakan berkerabat lebih
dekat dengan manusia karena keduanya dapat membuat struktur sarang yang
menakjubkan. Dalam beberapa aspek, mereka bahkan lebih unggul.
Terlepas
dari kemiripan tampilan ini, ada perbedaan sangat besar an-tara manusia dan
kera. Berdasarkan tingkat kesadarannya, kera adalah hewan yang tidak berbeda
dengan kuda atau anjing. Sedangkan manusia adalah makhluk sadar, berkeinginan
kuat dan dapat berpikir, berbicara, mengerti, memutuskan, dan menilai. Semua
sifat ini merupakan fungsi jiwa yang dimiliki manusia. Jiwa merupakan perbedaan
paling penting yang jauh memisahkan manusia dari makhluk-makhluk lain. Tak ada
satu pun kemiripan fisik yang dapat menutup jurang lebar di antara manusia dan
makhluk hidup lainnya. Di alam ini, satu-satunya makhluk hidup yang mempunyai
jiwa adalah manusia.
- Allah Mencipta Menurut Kehendak-Nya
Apakah akan
menjadi masalah jika skenario yang diajukan evolusionis benar-benar telah
terjadi? Sedikit pun tidak, karena setiap tahapan yang diajukan teori
evolusioner dan berdasarkan konsep kebetulan, hanya dapat terjadi karena suatu
keajaiban. Bahkan jika kehidupan benar-benar muncul secara berangsur-angsur
melalui tahapan-tahapan demikian, masing-masing tahap hanya dapat dimunculkan
oleh suatu keinginan sadar. Kejadian kebetulan bukan hanya tidak masuk akal,
melainkan juga mustahil.
Jika
dikatakan bahwa sebuah molekul protein telah terbentuk pada kondisi atmosfir
primitif, harus diingat bahwa hukum-hukum probabilitas, biologi dan kimia telah
menunjukkan bahwa hal itu tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Namun jika
kita terpaksa menerima bahwa hal tersebut memang terjadi, maka tidak ada
pilihan lain kecuali mengakui bahwa keberadaannya karena kehendak Sang
Pencipta.
Logika
serupa berlaku juga pada seluruh hipotesis yang diusulkan oleh evolusionis.
Misalnya, tidak ada bukti paleontologis maupun secara pembenaran fisika, kimia,
biologi atau logika yang membuktikan bahwa ikan beralih dari air ke darat dan
menjadi hewan darat. Akan tetapi, jika seseorang membuat pernyataan bahwa ikan
merangkak ke darat dan berubah menjadi reptil, maka dia pun harus menerima
keberadaan Pencipta yang mampu membuat apa pun yang dikehendaki-Nya dengan
hanya mengatakan “jadilah”. Penjelasan lain untuk keajaiban semacam itu berarti
penyangkalan diri dan pelanggaran atas prinsip-prinsip akal sehat.
Kenyataannya
telah jelas dan terbukti. Seluruh kehidupan merupakan karya agung yang
dirancang sempurna. Ini selanjutnya memberikan bukti lengkap bagi keberadaan
Pencipta, Pemilik kekuatan, pengetahuan, dan kecerdasan yang tak terhingga.
Pencipta itu
adalah Allah, Tuhan langit dan bumi, dan segala sesuatu di antaranya.
Kesimpulan
Darwin
menjelaskan bahwa evolusi makhluk hidup terjadi melalui mutasi dan seleksi
alam. Setiap makhluk hidup bersaing dalam lingkungannya untuk tetap hidup dan
melestarikan populasinya. Di sisi lain, teori tersebut menunjukan bahwa makhluk
hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya, yang saya nilai menjadi sisi
imajinatif yang ditawarkan oleh Darwin sendiri.
Darwin pula
menyimpulkan bahwa manusia modern berevolusi dari sejenis makhluk hidup mirip
kera, yang dijelaskan berawal dari species Pilopithecus yang berevolusi
hingga menjadi Homo Sapiens.
Teori ini
memberi perspektif imajinatif terhadap asal-usul manusia. Pula menyimpulkan
bahwa manusia dan kera berhubungan sebagai suatu keturunan yang sama dari satu
spesies. Tetapi, teori evolusi manusia Darwin menurut saya kurang sesuai dengan
pemahaman agama yang jelas menyebutkan bahwa manusia adalah satu spesies utuh
dari awal penciptaannya. Tidak mungkin ada hubungan kekerabatan yang terjalin
antara dua spesies; manusia dan kera.
Meski
begitu, keanekaragaman hayati bisa saja terbentuk karena hasil adaptasi
terhadap lingkungannya. Perbedaan antar ras manusia mungkin terjadi sebagai
bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Seperti perbedaan warna kulit,
postur tubuh, dan hal lainnya bisa terbentuk dari adaptasi tersebut.
Selanjutnya,
mengenai teori yang dipaparkan Harun Yahya. Harun Yahya menjelaskan bahwa
setiap makhluk hidup telah didesain sedemikian rupa oleh Sang Desainer, yaitu
Sang Pencipta. Setiap jenis makhluk yang telah diciptakan tidak bisa berubah,
tidak berkerabat satu sama lain, dan diturunkan dari leluhur yang sama. Jelas
menyanggah teori Darwin mengenai seleksi alam yang dapat menimbulkan suatu
spesies baru.
Manusia
hanya berasal dari satu keturunan yaitu Adam dan Hawa. Bukan berasal dari kera.
Dan makhluk-makhluk mirip kera lainnya. Hal ini ditunjukkan melalui perbedaan
struktur tulang dan otot dari berbagai temuan yang dijelaskan Harun Yahya.
Meskipun teorinya bersifat kreasionis.
Harun Yahya
memandang bahwa Darwinisme sebagai terorisme. Hal ini terlihat dari beberapa
tulisannya yang berusaha mematahkan teori-teori Darwin melalui fakta-fakta
penciptaan yang ditulis dalam bukunya. Teori Darwin menurutnya memberikan
pemikiran materialistis terhadap alam semesta. Juga berusaha memberikan suatu
pandangan bahwa alam ini tidak hanya bersifat materiil tetapi juga memiliki
sisi spiritual yang harus diilhami oleh setiap umat beragama.
Persamaan
yang saya dapatkan dari kedua konsep tersebut adalah seleksi alam bisa saja
menimbulkan suatu keanekaragaman hayati. Selain itu, perbedaan ras yang terjadi
di antara manusia adalah bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungannya.
Perbedaan
yang terlihat, jelas konsep Harun Yahya menentang konsep Darwin. Harun Yahya
memberikan suatu perspektif kreatif bahwa makhluk hidup diciptakan dengan
desainnya masing-masing oleh Sang Pencipta. Setiap manusia diberikan kelebihan
dan kekurangan adalah konsep manusia yang disampaikan oleh Harun Yahya. Tetapi
konsep Darwin menjelaskan bahwa antara manusia dan kera memiliki hubungan
kekerabatan. Secara tidak langsung konsep Darwin menunjukkan bahwa tidak ada
batas yang jelas antara manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal inilah yang
ditentang oleh Harun Yahya. Manusia memiliki martabat yang lebih baik daripada
hewan. Memiliki suatu kelebihan yang jelas membedakan antara manusia dan hewan,
yaitu akal.
Pada
akhirnya, semua jawab dari pertanyaan manusia kembali kepada-Nya, Sang
Desainer, Sang Pencipta yang Maha Tahu. Asal-usul manusia yang disampaikan oleh
kedua tokoh tersebut kembali kepada pembacanya menjadi seperti apakah manusia
selanjutnya. Apakah manusia menjadi sama saja seperti hewan, ataukah harus
menjalani hakikatnya sebagai manusia yang utuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar