Cari Blog Ini

Senin, 05 Desember 2016

ASKEP CA paru



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Kanker paru (Ca Paru) merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada pria dan wanita. Kanker paru ini meningkat dengan angka yang lebih besar pada wanita dibandingkan pada pria dan sekarang melebihi kanker payudara sebagai penyebab paling umum kematian akibat kanker pada wanita. Menurut hasil penelitian, hampir 70% pasien kanker paru mengalami penyebaran ketempat limfatik regional dan tempat lain pada saat didiagnosis. Beberapa bukti menunjukkan bahwa karsinoma cenderung untuk timbul di tempat jaringan perut sebelumnya  (tuberculosis fibrosis ) di dalam paru .
            Kanker paru mengacu pada lapisan epithelium saluran napas. Kanker paru dapat timbul dimana saja di paru dan kebanyakan kasus kanker paru dapat dicegah jika kebiasaan merokok dihilangkan. Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi paru - paru yang   mengejutkan.  America   Cancer   Society   memperkirakan   bahwa   terdapat 1.500.000 kasus baru dalam tahun 1987 dan 136.000 meningggal. Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 1993 dilaporkan 173.000/tahun, di Inggris 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak. Di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun 1998 tumor paru  menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim.
            Namun, karena sistem pencatatan kita yang belum baik, prevalensi pastinya belum diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit merasakan benar peningkatannya. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65 %), life time risk 1:13 dan pada wanita 1:20.
Perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden kanker paru melalui upaya preventif, promotor, kuratif dan rehabilitatif. Berdasarkan pemaparan diatas, kelompok tertarik membahas Asuhan Keperawatan pada Tn.M dengan Kanker Paru stadium IV.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi, epidemologi, serta etiologi cancer paru?
2.      Bagaimana manifestasi klinis, serta patofisiologi cancer paru?
3.      Bagaimana pathway cancer paru?
4.      Bagaimana pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan umum, serta percegahan kanker paru?
5.      Bagaimana asuhan keperawatan pada klien cancer paru?

1.3 Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah sistem respirasi
2.      Mahasiswa mampu untuk memahami pengertian, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, stadium, pathway, patofisiologi, pemeriksaan penunjang , penatalaksanaan umum, pencegahan, dan asuhan keperawatan pada pasien ca paru.
3.      Mahasiswa mampu untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kanker paru.

1.3 Manfaat Penulisan
1.      Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan kanker paru.
2.      Mahasiswa mampu menjelaskan kembali tentang penyakit kanker paru
3.      Memberikan informasi bagi pembaca bagaimana penatalaksaan yang benar dari kanker paru









BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
            Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (price, patofisiologi, 1995). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam paru ( Anonim dalam underwood, patologi 2000 ).
            Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan terutama asap rokok (Anonim dalam Ilmu Penyakit Dalam, 2001).

2.1.1 Klasifikasi Kanker Paru
            Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil ( small lung cancer, SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil ( non-small lung cancer, NSCLC).  Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk di dalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe -tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya (Wilson dan Price, dalam respiratory,  2005).
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan berasal dari permukaan epitel bronkus.
            Perubahan epitel termasuk metaplasia atau displasia akibat merokok  jangka  panjang secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa bisasanya terletak sentral di sekitar hilus dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar bening hilus, dinding dada, dan mediasternum. Karsinoma ini lebih sering pada laki -laki daripada perempuan (Wilson dan Price, dalam respiratory, 2005). Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus.        Kebanyakan jenis tumor ini timbul di  bagian  perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstitial kronik. Lesi sering kali  meluas  ke  pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis  jauh  sebelum lesi primer menyebabkan gejala -gejala (Anonim dalam Kumar et al, 2007).
            Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma  ini  adalah  sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar  dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini  cenderung  timbul  pada  jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat - tempat yang jauh (Anonim dalam Kumar et al, 2007).
            Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu -abu pucat yang terletak di sentral dengan peluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar  getah  bening  hilus  dan  mediastinum.  Kanker  ini  terdiri  atas  sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan “ crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel  kecil,  yang  paling jelas pada pemeriksaan sitologik adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Anonim dalam Kumar et al, 2007).
            Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam -macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat -tempat yang jauh (Anonim dalam Wilson dan Price, 2005).
            Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa (Anonim dalam Wilson dan  Price, 2005).

2.1.2 Jenis dan Tahapan kanker paru
(Anonim dalam Linda, 2006) Ada dua tipe utama kanker paru:
1.      Small   cell  lung  cancer (SCLC) kanker  paru  jenis karsinoma sel kecil (KPKSK)
2.      Non-small cell lung cancer (NSCLC) kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yaitu terdiri dari :
a.       Adenokarsinoma yang mencakup 40% kanker paru,  lebih banyak muncul pada wanita.
b.      Skuamous sel karsinoma lebih jarang dijumpai, dan mencakup 25% dari kasus kanker paru serta paling banyak terjadi pada pria dan orang tua.
c.       KPKBSK adalah tipe  yang  paling umum dari  kanker paru, mencakup 75-80% dari semua kasus. Membedakan KPKBSK and KPKSK sangatlah penting karena kedua tipe kanker ini memerlukan terapi yang berbeda ( Linda, 2006).

2.1.3 Tingkatan Kanker Paru
            Tingkatan (staging) kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan tambahan harus dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan staging penyakit. Pada pertemuan pertama akan dilakukan foto toraks (foto polos dada). Jika pasien membawa foto yang telah lebih dari 1 minggu pada umumnya akan dibuat foto yang baru. Foto toraks hanya dapat metentukan lokasi tumor, ukuran tumor, dan ada tidaknya cairan. Foto toraks belum dapat dirasakan cukup karena tidak dapat menentukan keterlibatan kelenjar getah bening dan metastasis luar paru.
            Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang banyak, paru kolaps, bagian luas yang menutup tumor, dapat memungkinakan pada foto, tidak terlihat. Sama seperti pencarian jenis histologis kanker, pemeriksaan untuk menetukan staging juga tidak harus sama pada semua pasien tetapi masing masing pasien mempunyai prioritas pemeriksaan yang berbeda yang harus segera dilakukan dan tergantung kondisinya pada saat datang.
1.      Staging (Penderajatan atau Tingkatan) Kanker Paru
Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis kanker paru, apakah SLCC atau NSLCC. Tahapan ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang harus  segera diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi : tumor primer, keterlibatan organ dalam dada/dinding dada (T), penyebaran kelenjar getah bening (N), atau penyebaran jauh (M).
2.      Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu (Anonim dalam Linda, 2006) :
A.    Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)
a.       Tahap terbatas, yaitu kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan pada jaringan disekitarnya.
b.      Tahap   ekstensif,   yaitu   kanker   yang   ditemukan  pada jaringan  dada  di  luar  paru-paru   tempat  asalnya,    atau kanker ditemukan pada organ-organ tubuh yang jauh.
B.     Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)
       Tahap tersembunyi, merupakan tahap ditemukannya sel kanker pada dahak (sputum) pasien di dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor di paru-paru.
2.1.4        Stadium dalam cancer paru
1.      Stadium 0, merupakan tahap ditemukannya sel-sel kanker hanya pada lapisan terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif.
2.      Stadium I, merupakan tahap kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan belum menyebar ke kelenjar getah bening sekitarnya.
3.      Stadium II, merupakan tahap kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kelenjar getah bening di dekatnya.
4.      Stadium III, merupakan tahap kanker yang telah menyebar ke daerah di sekitarnya, seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kelenjar getah bening di sisi yang sama atau pun sisi berlawanan dari tumor tersebut.
5.      Stadium IV, merupakan tahap kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru- paru yang sama, atau di paru-paru yang lain. Sel-sel kanker telah menyebar juga  ke organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kelenjar adrenalin, hati, dan tulang.

2.2 Epidemiologi
            Menurut Brasher ( dalam Nurwahidah, Karsinoma Paru, 2007), epidemiologi kanker paru antara lain:
1.      Kanker pembunuh nomer satu pada pria dan wanita di Amerika Serikat (>177.000 kasus dan 159.000 kematian di tahun 1999) dan di dunia.
2.      Kematian akibat kanker paru pada penduduk Amerika keturunan afrika dan wanita terus meningkat; wanita di Amerika serikat memiliki insiden kanker paru tertinggi diantara semua wainta di dunia.
3.      Insiden tertinggi pada pria berusia > 70 tahun dan wanita berusia 50-60 tahun.
4.      Beberapa resiko jelas yang dapat diturunkan; saudara derajat pertama yang merokok memiliki peningkatan risiko 2,5 kali lipat dibanding yang tidak memiliki riwayat keluarga.
5.      80% sampai 90% kanker paru disebabkan oleh asap rokok.
6.      Resiko lain meliputi polusi udara, radiasi, radon dan pajanan industri (misal: asbestos, arsenik, sulfur dioksida, formaldehid, silika, nikel).
7.      Risiko terpajan asap tembakau dan lingkungan (merokok pasif) diperkirakan antara 1,4 dan 3,0 kali dari risiko orang yang tidak terpajan, terutama jika yang terpajan adalah anak-anak.
8.      Obstruksi saluran nafas seperti penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan indikator penting peningkatan resiko kanker paru.
9.      Ketahanan hidup selama 5 tahun adalah 14% pada kulit putih dan 11 % pada warna kulit hitam di AS.

2.3 Etiologi
2.3.1 Merokok
            Merupakan penyebab utama Ca paru. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari)  dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2.3.2 Iradiasi.
            Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
2.3.3 Zat-zat yang terhirup ditempat kerja .
            Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil  nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden. Contoh : radon, nikel, radiasi dan arsen.
2.3.4 Polusi Udara
            Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.  Contoh: Polusi udara, pemaparan gas RT, asap kendaraan/ pembakaran (Thomson, Catatan Kuliah Patologi, dalam wenbee,1997).
2.3.5 Genetik.
            Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
1. Proton oncogen.
2. Tumor suppressor gene.
3. Gene encoding enzyme.
2.3.6  Teori Onkogenesis.
            Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2  berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.

2.4 Manifestasi Klinis
2.4.1 Gejala Awal
            Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi   bronkus
2.4.2 Gejala Umum
            Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala    klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium    lanjut.
2.4.3 Gejala-gejala dapat bersifat (Anonim dalam Amin et al,  2006) :
1.      Lokal (tumor tumbuh setempat) :
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b. Hemoptisis
c. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e. Ateletaksis
2.      Invasi lokal :
a. Nyeri dada
b. Dispnea karena efusi pleura
c. Invasi ke perikardium → terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis )
f. Suara serak, karena penekanan pada nervous laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus  brakialis dan saraf simpatis servikalis
3.      Gejala Penyakit Metastasis :
            a. Pada otak, tulang, hati, adrenal
            b. Limfadenopati servikal dan            supraklavikula (sering menyertai        metastasis)
4.      Sindrom paraneoplastik (terdapat pada 10% kanker paru) dengan gejala:
            a. Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
            b. Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi.
            c. Hipertrofi osteoartropati
            d. Neorologik: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
            e. Neuromiopati
            f. Endokrin: sekresi berlebihan hormone paratiroud (hiperkalasemia)
            g. Dermatologic: eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
            h. Renal: Syndrome of inappropriate antidiuretuc hormone (SIADH)
5.      Asimsomatik dengan kelainan radiologis
a.    Sering terdapat pada perokok dengan PPOK?COPD yang terdeteksi secara radiologis
            b. Kelainan berupa nodus soliter

2.5 Patofisiologi
            Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen sub bronkus menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Pengendapan karsinogen ini menyebabkan metaplasia, hiperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hiperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra (Anonim dalam Linda, 2006).
            Lesi yang letaknya sentral berasal dari  salah  satu  cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala  – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptisis , dyspnea, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi  (Anonim dalam Linda, 2006).
            Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastasis, khususnya pada hati. Metastasis kanker paru dapat terjadi ke struktur – struktur  terdekat  seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, perikardium, otak, tulang rangka (Anonim dalam Linda, 2006).

2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1        Radiologi
1.      Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan  massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
2.      Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2.6.2        Laboratorium.
1.         Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe) Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
2.         Pemeriksaan fungsi paru dan GDA Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
3.         Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
            Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada            kanker paru).
1.      Histopatologi.
a.      Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b.      Biopsi Trans Torakal (TTB).
                                    Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer           dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.Torakoskopi.
                        Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik                                dengan cara torakoskopi.
c.      Mediastinosopi.
                        Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening                             yang terlibat.
d.     Torakotomi.
                        Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila                                          bermacam – macam             prosedur non invasif dan invasif sebelumnya                         gagal mendapatkan sel tumor.
2.      Pencitraan
a.  CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan                                 pleura.
b.      MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
2.7 Penatalaksanaan Umum      
            Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
1. Kuratif.
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
2. Paliatif.
            Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3.   Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
            Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien          maupun keluarga.
            4.Suportif.
            Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi  darah  dan  komponen  darah,  obat  anti  nyeri  dan   anti   infeksi. (Ilmu           Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 2000).

2.7.1        Penatalaksanaan klien dengan kanker paru adalah:
1.      Pembedahan.
                   Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
a.       Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsi.
b.      Pneumonektomi pengangkatan paru
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
c.       Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa, abses paru, infeksi jamur dan tumor jinak tuberkulosis.
d.      Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
e.       Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru –paru berbentuk baji (potongan es).
f.       Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris.
2.      Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi   efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
3.      Kemoterapi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

2.8 Pencegahan Kanker Paru
Menurut CDC (Anonim, 2010), pencegahan dari kanker paru ada empat,yaitu:
2.8.1        Berhenti Merokok
               Dengan berhenti merokok, akan menurunkan resiko terjadinya kanker paru dibandingkan dengan tidak berhenti merokok sama sekali. Semakin lama seseorang berhenti merokok, maka akan semakin baik kesehatannya dibanding mereka yang merokok. Bagaimanapun, risiko bagi mereka yang berhenti merokok tetap lebih besar dibandingkan mereka yang tidak pernah merokok.
1. Menghindari menghisap rokok orang lain ( secondhand smoke)
2. Membuat lingkungan kerja dan rumah aman dari gas radon
3. Menurut EPA (Environmental Protection Agency ), setiap rumah disarankan untuk dites apakah ada gas radon atau tidak.
4. Mengkonsumsi buah dan sayuran yang banyak. Konsumsi buah dan sayuran yang banyak akan membantu melindungi dari kanker paru.
2.8.2        Pendeteksian
          Pengenalan awal penyakit ini sulit dilakukan bila hanya berdasarkan keluhan saja. Biasanya keluhan ringan terjadi pada mereka yang masih dalam stage dini yaitu  stage I dan II. Data di Indonesia maupun laporan negara maju kebanyakan kasus kanker paru  terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada stage lanjut (stage III dan IV).
          Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan/atau pemeriksaan sitologi sputum. Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran tumor dengan tepi yang tidak rata dan penarikan pleura dan bahkan destruksi tulang dinding dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura masif sehingga tumor tidak terlihat. Sitologi  sputum akan memberikan hasil positif jika tumor ada dibagian sentral atau intrabronkus. 
     Kemajuan di bidang teknologi endoskopi autoflouresensi telah terbukti dapat mendeteksi lesi prakanker maupun lesi kanker yang berlokasi sentral. Perubahan yang ditemukan pada mukosa bronkus pada lesi keganasan stadium dini sulit dilihat dengan bronkoskop konvensional. Hal itu dapat diatasi dengan bronkoskop autoflouresensi karena dapat mendeteksi lesi karsinoma in situ yang mungkin terlihat normal dengan bronkoskop biasa.







BAB 3
PATHWAYS

Bahan karsinogenik             Merokok, bahaya industri,                  Nyeri,
mengendap                              karena diet dan familial                      Ansietas,
                                              perokok yang < vitamin A                  Defisiensi
Perubahan epitel silia                                                                          Pengetahuan 
dan mukosa/ulserasi                                                                           
bronkus                                   Karsinoma sel besar →           Penyebaran neoplsati 
                                                                                                ke mediastinum                                                                                                           timbul karena
Hiperplasi, metaplasi           Kanker paru-paru                    pleuritik
                                                                                                                                   
Karsinoma sel bronchial                      Adenokarsinoma         Karsinoma sel alveolus                                                                                  skuamosa,
                                              Mengandung mucus >>          karsinoma bronkus Membesar/metastase                                                                  menjadi berkembang
                                              Menyumbat jalan nafas           maka batuk timbul
Obstruksi bronkus                                                                 lebih sering                                                                            Sesak nafas                 Ketidakefektifan
Dipsnea ringan                                                                      bersihan jalan nafas
                                              Malas makan/ anoreksia                      Iritasi,             
Ketidakefektifan                                                                             ulserasi,
pola nafas                               Ketidakseimbangan nutrisi              pneumonia                                                       kurang dari kebutuhan tubuh                    
                                                                                                            Himoptisis
                                                                                                            (batuk darah)
                                                                                                                       
                                                Anemis            Gangguan pertukaran gas,
                                                                                  Resiko syok hipovolemik
Intoleran aktifitas             Kelelahan
                                               
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN

4.1  Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat: Kelemahan, ketidakmampuan, mempertahankan  kebiasaan rutin, dispnoe karena aktivitas , kelesuan biasanya tahap lanjut.
2. Sirkulasi Peningkatan Vena Jugularis, Bunyi jantung: gesekan perikordial (menunjukkan efusi ), takikardia, disritmia.
3. Integritas Ego: Ansietas, takut akan kematian, menolak kondisi yang berat, gelisah, insomnia, pertanyan yang diulang-ulang
4. Eliminasi: Diare yang hilang timbul (ketidakseimbangan hormonal), peningkatan frekuensi/jumlah urine.
5. Makanan/cairan : Penurunan Berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan, kesulitan menelan, haus/peningkatan masukan cairan Kurus, kerempeng, atau penampilan kurang bobot ( tahap lanjut 0, edema wajah, periorbital ( ketidakseimbangan hormonal ), Glukosa dalam urine .
6. Ketidaknyamanan/nyeri: nyeri dada, dimana tidak/dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi. Nyeri bahu/tangan, nyeri tulang/sendi, erosi kartilago sekunder terhadap peningkatan hormon pertumbuhan. Nyeri abdomen hilang/timbul.
7. Pernafasan : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya , peningkatan produksi sputum, nafas pendek, pekerja terpapar bahan karsinogenik, serak, paralisis pita suara, dan riwayat merokok.Dsipnoe, meni gkat dengan kerja, peningkatan fremitus taktil, krekels/mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara). Krekels/mengi yang menetap penyimpangan trakeal (area yang mengalami lesi) Hemoptisis.
8. Keamanan : Demam,  mungkin ada/tidak, kemerahan, kulit pucat.
9. Seksualitas : Ginekomastia, amenorea, atau impoten.
10. Penyuluhan/pembelajaran : Faktor resiko keluarga : adanya riwayat kanker paru, TBC.   Kegagalan untuk membaik.


4.1    Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi bronkial          sekunder karena invasi tumor (penyakit paru obstruktif kronis). Kode diagnosa :            00031
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ditandai            oleh. Kode diagnosa : 00032
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (karsinoma), penekanan saraf oleh tumor          paru-paru ditandai oleh. Kode diagnosa :00132
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan          ketidakmampuan makan ditandai oleh. Kode diagnosa : 00002
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan        kebutuhan oksigen ditandai oleh. Kode diagnosa : 00092
6. Ansietas berhubungan dengan merasa dekat dengan kematian. Kode diagnosa : 00147
7. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi ditandai oleh. Kode             diagnosa : 00126
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar